Saturday 14 July 2012

0 Transdisiplin



MEMAHAMI KONSEP TRANSDISIPLIN
“Kompleksitas adalah hukum alam dan kesaling-terkaitan antar komponen yang kompleks tersebut adalah juga hukum alam.”
Paper sebagai tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu, S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Oleh : Imam Subarkah, S.PdI
Apgar et. Al. (2009:1), menyatakan bahwa, “Masalah paling penting yang dihadapi manusia adalah masalah kompleksitas yang dicirikan dengan ketidak menentuan, multiperspektif dan proses salingketerkaitan antara satu sama lain”. Penjelasan ini memperkokoh pemahaman kita tentang hukum alam (sunatullah), bahwa kompleksitas adalah hukum alam dan kesaling-terkaitan antar komponen yang kompleks tersebut adalah hukum alam. Penjelasan inipun menunjukkan bahwa semua permasalahan yang dihadapi manusia tidak dapat dipahami dan dipecahkan dengan hanya menggunakan satu sudut pandang atau lebih singkatnya dengan tidak hanya menggunakan satu disiplin. Faktanya, semua teknologi sebagai penerapan ilmu untuk kebutuhan praktis manusia merupakan sinergi antar berbagai disiplin. Sebagai contoh, kenyamana suatu kursi empat kaki yang sering kita duduki merupakan sinergi antara disiplin ilmu matematika, fisika, ergonomi, dan lain-lain. Asumsi inilah yang membuat para pakar, khususnya mereka yang berkecimpung dalam penelitian atau upaya memahami dan memecahkan masalah apapun memandang perlu menggunakan pendekatan lintas-disiplin (transdisiplin).
Makalah ini akan mengupas tentang konsep Transdisiplin dalam upaya memahami dan memecahkan masalah kompleks dan urgensi pendidikan. Pembahasan akan meliputi konsep transidsiplin itu sendiri dan implikasi transdisiplin dalam membangun manusia sebagai pewaris kemaslahatan tidak hanya sesama manusia, tapi keberlangsungan bumi dan alam semesta.

ISI
“Setiap masalah adalah kompleks. Tidak bisa dipahami dan dipecahkan dengan dan dari hanya satu sudut pandang atau disiplin.”
Apakah Transdisiplin itu? Apa bedanya dengan “single discipline”, multidisiplin, dan interdisiplin? Apakah Transdisiplin itu suatu metode atau pendekatan? Transdisiplin sama halnya dengan multidisiplin atau interdisiplin merupakan suatu konsep istilah (terminologi) yang memiliki makna tersendiri yang membedakannya dengan yang lain.
Dalam proceeding Simposium Internasional UNESCO (1998:5) berjudul: “Transdisciplinarity: Towards Integrative Process and Integrated Knowledge”, dikutip ungkapan Prof. Sommervile yang menyatakan bahwa, “We speak the language of our discipline, which raises two problems: first, we may not understand the languages of the other disciplines; second, more dangerously, we may think that we understand these, but do not, because although the same terms are used in different disciplines, they mean something very different in each”. Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa kita sering berbicara dengan bahasa disiplin kita. Padahal terkadang hanya akan menimbulkan dua masalah. Pertama, kita mungkin tidak memahami bahasa disilpin ilmu yang lain dan kedua, lebih berbahaya lagi, kita mungkin berpkiri bahwa kita memahami masalah tersebut berdasarkan disiplin kita, padahal tidak. Karena meskipun satu istilah yang sama digunakan dalam disiplin yang berbeda, istilah-istilah tersebut memiliki makna yang sangat berbeda sehingga dipahami dengan cara yang berbeda pula. Artinya, setiap masalah adalah kompleks. Tidak bisa dipahami dan dipecahkan dengan dan dari hanya satu sudut pandang atau disiplin. Itulah gunanya sinergi lintas disiplin (transdiscilinary synergy).

“Trandisiplin adalah strategi penelitian bertujuan untuk memahami dan memecahkan masalah secara holistik melibatkan lebih dari dua disiplin (lintas-disiplin) .”
“Trandisiplin bukanlah suatu disiplin baru, tapi pendekatan, proses memahami dan memecahkan masalah kompleks dengan mengintegrasikan dan mentransformasikan berbagai sudut pandang berbeda .”
Secara sederhana, Transdisiplin didefinisikan sebagai suatu proses yang dicirikan dengan adanya integrasi upaya dari berbagai disiplin (multi-disciplines) untuk memahami isu atau masalah (UNESCO, 1998:31). Ini adalah konsep yang paling sederhana tentang Transdisiplin. Beberapa pakar dalam Simposium Internasional tentang Transdisciplinarity yang diselenggarakan oleh UNESCO (1998:24) mendefinisikan Transdisiplin sebagai berikut:
·         Transdisiplin adalah proses mentransformasi (mengubah) dan mengintegrasikan (memadukan) dari berbagai prspektif terkait untuk memahami (mendefinisikan) dan memecahkan masalah kompleks. (Prof. William Newel).
·         Transdisiplin adalah mengintegrasikan dan mentrasnformasikan bidang-bidang pengetahuan dari berbagai perspektif untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang ingin dipecahkan agar memperoleh keputusan/pilihan lebih baik di masa mendatang. (Prof. Gavan MacDonnel).
·         Transdisiplin bukanlah suatu disiplin, tapi pendekatan, proses untuk meningkatkan pengetahuan dengan mengintegrasikan dan mentransformasikan berbagai sudut pandang (perspektif) yang berbeda. (Massimiliano Lattanzi).

PENUTUP
Urgensi Pendidikan Transdisiplin
“Transdisiplin dapat dipandang sebagai proses dan sikap.”
Lebih jauh, Prof. Sommerville (UNESCO, 1998:14) menambahkan metaforanya dengan mengatakan bahwa, “Kebanyakan dari “batu-bata” yang kita gunakan untuk mengembangkan bangunan pengetahuan, bukanlah barang baru (batu-bata lama seperti biasa). Namun, karena cara kita mengorganisasikan “batu-bata” tersebut sebelum menjadi bangunan, yaitu aktifitas transdisiplin, adalah baru, maka sebagai konsekuensi, bangunan yang dihasilkanpun adalah baru.“ Artinya, dengan pendekatan transdisiplin, karena setiap permasalahan kompleks dipahami dari berbagai sudut pandang (lintas disiplin), maka akan selalu ada solusi baru yang lebih komprehensif dan holistik. Pernyataan ini, menekankan pula bahwa aktifitas transdisiplin bukanlah disiplin baru dan mengabaikan disiplin yang telah ada, tapi merupakan upaya untuk mensinergikan dari berbagai disiplin yang ada untuk menjawab isu yang kompleks karena kompleksitas itu sendiri adalah realita dan merupakan hukum alam yang tak terbantahkan adanya.
Penulis menutup makalah ini dengan mengajak pembaca untuk bersama-sama merenungkan dan menyadari betapa pentingnya Transdisiplin dalam kehidupan manusia. Sehingga kemapuan untuk melakukan dan bertindak transdisiplin menjadi suatu kebutuhan dan menjadi keharusan.
Mengacu pada konsep Transdisiplin seperti telah dibahas secara panjang dan lebar di atas, penulis menyimpulkan bahwa Transdisiplin dapat dipandnag sebagai proses dan sikap. Sementara antara transdisiplin sebagai proses dan sikap bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Artinya, pendekatan transdisiplin, yaitu proses memahami dan memecahkan masalah kompleks dengan mentransformasikan dan mengintegrasikan berbagai sudut pandang (disiplin) yang relevan, maka orang-orang yang terlibat secara kolaboratif sejak awal didalamnya harus memiliki sikap transdisiplin, yaitu orang-orang yang berpikiran terbuka (open minded) , berpikiran sistemik (systemic thinking), dan dimana bekerja secara kolaboratif telah menjadi kebiasaan (habit).

“Belajar dari konspe dan gerakan transdisiplin, maka sistem pendidikan kita masih harus dibenahi dari berbagai sisi sehingga lebih berorientasi pada semangat memanusiakan manusia sebagai khalifah dimuka bumi (semangat transdisiplin.”
manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Gerakan transdisiplin, seperti tertuang dalam pasal 11, menyatakan bahwa:
“An appropriate education should not value abstraction over other forms of knowledge. It should teach contextual, concrete and global approaches, Transdisciplinary education is founded on the reevaluation of the role of intuition, imagination, sensibility and the body in the transmission of knowledge.”
Pendidikan yang tepat adalah pendidikan yang tidak menekankan pada abstarksi bentuk pengetahuan lain. Tapi harus mengajarkan pendekatan kontekstual, konkrit dan global. Pendidikan transdisiplin dibangun atas dasar reevaluasi peran intuisi, imajinasi, kepekaan dan tubuh dalam transmisi pengetahuan. Seaton (2002) seperti dikutip oleh Hasan (2007:4) menyatakan bahwa pendidikan harus memperluas tujuan tradisional yang hanya menekankan pada penguasaan materi, tapi harus mengembangkan individu yang mampu berhadapan dengan dunia sosial, ekonomi, politik, budaya yang kompleks dan berubah-ubah.”
Bagaimana dengan sistem pendidikan kita? Penulis sepakat dengan pendapat Prof. S. Hamid Hasan (Hasan, 2007:8) bahwa sistem pendidikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belum mencerminkan semangata pendidikan transdisiplin. Baik Standar Isi, Standa Kompetensi Lulusan dan bahkan Standar Proses masih menekankan pada upaya untuk membuat siswa menguasai materi palajaran. Begitu pula halnya dengan sistem evaluasi, khususnya ujian nasional yang jelas hanya menuntut penguasaan materi. Artinya, belajar dari konsep transdisiplin ini, nampaknya sistem pendidikan nasional masih perlu dibenahi, baik dari sisi kurikulum, sumber daya tenaga pendidikan kependidikan, sarana dan prasarana, kebijakan dan lain-lain yang selaras dengan semangat memanusiakan manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Semangat ini, tidak lain dan tidak bukan adalah semangat transdisiplin. 

0 comments:

Post a Comment

 

berbagi cerita dan menuai manfaat Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates